Minggu, 24 Juli 2011

Menyantuni Kaum Dhuafa

Dalil Tentang Menyantuni Kaum Dhuafa


QS AL ISRA AYAT 26 - 27 MENYANTUNI KAUM DHUAFA
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا
إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا
Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.
Dua ayat dimuka termasuk rangkaian beberapa ayat dalam surat al israa yaitu ayat 22 - 39 yang intinya menjelaskan :
hakekat iman dan amal saleh yang apabila diterapkan oleh setiap mukmin berarti ia mempunyai obsesi keahiratan, sehingga ia tergolong orang-orang yang beruntung dalam catatan amalnya dan mujur nasibnya kelak di ahirat (dijelaskan dalam ayat 22 )
perwujudan (manefistasi) dan persartan iman yaitu :
beribadah kepada Allah tanpa sekecilpun berbuat syirik
berbakti kepada kedua orang tua karena sebab perantara mereka adanya kelahiran manusia
 poin tersebut di atas disebutkan secara berurutan dalam ayat 23 seakan Allah mensejajarkan kewajiban hanya saja poin yang terakhir itu di tambah dengan kewajiban mendoakan keduanya yang di jelaskan pada ayat 24
melakukan beberapa jenis ibadah sosial, memiliki dan menerapkan nilai-nilai akhlakul karimah dan menjunjung tinggi norma hukum islam, semuanya itu di rinci dan diuraikan pada ayat 25-39.
khusus pada ayat 26 - 27
وَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ
nilai kebajikan yang diajarkan pada potongan ayat ini adalah nilai ibadah sosial  memenuhi hak-hak sanak kerabat yaitu dengan membangun hubungan hablumminannas dengan saling membantu sebagai kewajiban bersama setelah itu baru segi ibadah sosial di tujukan kepada kaum fakir miskin dan orang yang kehabisan bekal dalm perjalanan. Orang yang berhak di santuni dalam kategori keduanya adalah termasuk kaum DHUAFA
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا  
setelah menyinggung tentang ibadah sosial maka melalui bagian akhir surat al isra ayat 26 ini Allah telah memberikan batasan larangan "jangalah kamu berlaku tabdzir terhadap karunia rizki yang sudah Allah berikan kepadamu" yang dimaksud tabdzir adalah membelanjakan harta tidak pada tempatnya. Lebih tabdzir lagi membelanjakan harta untuk keperluan maksiat.
 إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
dan tentu saja para pemboros itu adalah kaki tangan setan. karena nikmat rizki yang di berikan oleh Allah kepada mereka bukanlah digunakan untuk sesuatu yang di ridloi malah justru di gunakan untuk berbuat durhaka kepada NYA.
      وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا   
disinilah syetan disebut kafur tidak di sebut dengan sifat-sifat terkutuk lainya karena orang-orang yang menghambur-hamburkan harta untuk keperluan maksiat berarti ia kafur sebagai mana yang dilakukan oleh syetan.

tajwid

monggo belajar tajwid

pertemuan1

http://www.4shared.com/document/ub87FAzD/pendidikan_agama_smstr_1.html

Kamis, 21 Juli 2011

Berlomba-lomba dalam Kebaikan

Allah Ta'ala telah memberikan berbagai nikmat-Nya kepada kita semua yang tentunya harus kita syukuri dengan cara: yang pertama, kita meyakini dalam hati bahwa nikmat-nikmat tersebut datangnya dari Allah semata, yang merupakan karunia-Nya yang diberikan kepada kita; yang kedua, mengucapkan rasa syukur kepada-Nya melalui lisan-lisan kita dengan cara memuji-Nya; dan yang ketiga, mempergunakannya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.
Di antara nikmat-nikmat yang Allah berikan kepada kita adalah harta dan sehatnya anggota badan seperti lisan, tangan, kaki dan lainnya. Semua nikmat itu harus kita gunakan untuk ketaatan kepada Allah dengan cara menginfakkan harta yang kita miliki di jalan kebenaran, membiasakan lisan kita untuk senantiasa berdzikir kepada-Nya dengan dzikir-dzikir yang telah diajarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya yang shahih, mengucapkan ucapan yang baik, beramar ma'ruf nahi munkar dan sebagainya.
Kalaulah kita belum mampu secara maksimal melakukan ketaatan kepada Allah dengan harta maka bukan berarti pintu ketaatan tertutup bagi kita, bahkan masih banyak pintu ketaatan lainnya yang Allah syari'atkan untuk kita, seperti yang dijelaskan dalam hadits berikut ini:
عَنْ أَبِي ذَرٍّ رضي الله عنه: أَنَّ نَاسًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم قَالُوْا لِلنَّبِيِّ : يَا رَسُوْلَ اللهِ، ذَهَبَ أَهْلُ الدُّثُوْرِ بِالأُجُوْرِ, يُصَلُّوْنَ كَمَا نُصَلِّي، وَيَصُوْمُوْنَ كَمَا نَصُوْمُ، وَيَتَصَدَّقُوْنَ بِفُضُوْلِ أَمْوَالِهِمْ. قَالَ: ((أَوَلَيْسَ قَدْ جَعَلَ اللهُ لَكُمْ مَا تَصَّدَّقُوْنَ؟ إِنَّ بِكُلِّ تَسْبِيْحَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَكْبِيْرَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَحْمِيْدَةٍ صَدَقَةً، وَكُلِّ تَهْلِيْلَةٍ صَدَقَةً، وَأَمْرٌ بِمَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ، وَنَهْيٌ عَنْ مُنْكَرٍ صَدَقَةٌ، وَفِي بُضْعِ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ)) قَالُوْا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، أَيَأْتِي أَحَدُنَا شَهْوَتَهُ، وَيَكُوْنُ لَهُ فِيْهَا أَجْرٌ؟! قَالَ: ((أَرَأَيْتُمْ لَوْ وَضَعَهَا فِي حَرَامٍ، أَكَانَ عَلَيْهِ فِيْهَا وِزْرٌ؟ فَكَذَلِكَ لَوْ وَضَعَهَا فِي الْحَلاَلِ كَانَ لَهُ أَجْرٌ))
Dari Abu Dzarr radhiyallahu 'anhu: bahwa segolongan shahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam, "Ya Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi dengan membawa pahala-pahala, mereka shalat sebagaimana kami pun shalat, mereka puasa sebagaimana kami pun puasa, tetapi mereka bisa bershadaqah dengan kelebihan harta mereka." Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang bisa kalian shadaqahkan? Sesungguhnya setiap tasbih adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah dan setiap tahlil adalah shadaqah; amar ma'ruf (menyuruh kepada kebaikan) adalah shadaqah, nahi munkar (mencegah dari kemunkaran) adalah shadaqah dan (bahkan) pada kemaluan salah seorang dari kalian terdapat shadaqah." Mereka bertanya: "Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami yang menumpahkan syahwatnya itu memperoleh pahala?" Beliau bersabda: "Apa pendapat kalian, seandainya dia meletakkannya pada yang haram, bukankah dia memperoleh dosa? Maka demikian juga, seandainya dia meletakkannya pada yang halal maka dia memperoleh pahala." (HR. Muslim no.1006)

Kedudukan Hadits Ini
Hadits ini mempunyai kedudukan yang begitu penting, karena mengandung beberapa perkara yang penting, di antaranya:
1. Tempat untuk berlomba-lomba (dalam kebaikan)
2. Banyaknya jalan kebaikan, sehingga seandainya seorang hamba lemah (tidak mampu) pada sebagiannya maka dia mampu pada bagian yang lainnya.
3. Perkara-perkara yang mubah akan menjadi amalan qurbah (pendekatan diri kepada Allah) dengan adanya niat yang baik.
4. Bolehnya qiyas (yaitu qiyaasul 'aks)

Tempat Para Salaf Berlomba-lomba
Diambil faidah dari hadits ini, bahwasanya para salaf berlomba-lomba dan bersemangat terhadap amalan-amalan yang dapat mendekatkan dan mengangkat derajat mereka di sisi Allah. Karena itulah para shahabat yang miskin mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan menjelaskan kepada beliau bahwa saudara-saudara mereka dari kalangan para pedagang telah mendahului mereka dengan membawa pahala-pahala dan derajat-derajat yang tinggi, karena mereka mempunyai kelebihan dari sisi harta, sehingga mereka bisa melaksanakan haji, 'umrah, bershadaqah dan berjihad, sedangkan mereka (para shahabat yang miskin) tidak mampu melakukan semuanya itu, maka bagaimana caranya supaya bisa sama seperti mereka, maka Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan kepada mereka sebagaimana terdapat di dalam hadits tersebut.
Inilah tempat para salaf y berlomba-lomba, Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
{وَفِي ذَلِكَ فَلْيَتَنَافَسِ الْمُتَنَافِسُوْنَ}
"Dan untuk yang demikian itu hendaklah orang berlomba-lomba." (At-Takwiir:26)
Inilah yang menyebabkan mereka mendapatkan pujian Allah dan Rasul-Nya, mendapatkan kemenangan dan kemuliaan di dunia dan akhirat. Ada salah seorang di antara mereka dalam keadaan ma'dzur (diberikan 'udzur) dari suatu amalan dan diberikan keringanan untuknya, lalu dia datang kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dalam keadaan menangis karena dia tidak mampu melaksanakan amalan tersebut, sebagaimana telah Allah khabarkan kepada kita tentang mereka pada saat keluarnya Rasulullah menuju jihad, Allah berfirman (yang artinya):
"Dan tiada (pula dosa) atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata, "Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu", lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan (untuk berjihad fii sabiilillaah)." (At-Taubah:92)

Tercelanya Berlomba-lomba dalam Dunia
Adapun berlomba-lomba dalam perkara-perkara dunia maka itu tercela, dan apabila seorang hamba melampaui batas dengannya, hal ini akan menjadi sebab kebinasaan/kehancuran mereka dan kelemahannya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((فَأَبْشِرُوْا وَأَمِّلُوْا مَا يَسُرُّكُمْ فَوَاللهِ ! مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنِّي أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوْهَا كَمَا تَنَافَسُوْهَا فَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ))
"Bergembiralah kalian dan berharaplah terhadap apa-apa yang menggembirakan kalian, maka demi Allah! Bukanlah kefakiran (kemiskinan) yang aku takutkan atas kalian, akan tetapi yang aku takutkan atas kalian adalah akan dibentangkannya dunia atas kalian sebagaimana telah dibentangkan atas orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba padanya sebagaimana mereka berlomba-lomba maka hal itu membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka." (HR. Al-Bukhariy no.3158 dan Muslim no.2961-lafazh hadits milik Muslim- dari 'Amr bin 'Auf radhiyallahu 'anhu)

Al-Ghibthah
Yaitu seorang hamba berangan-angan ingin seperti keadaan orang yang dia ingini tersebut tanpa berangan-angan hilangnya nikmat tersebut darinya. Ini disyari'atkan dan secara khusus dalam perkara-perkara akhirat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَيْنِ: رَجُلٌ آتَاهُ اللهُ مَالاً، فَسَلَّطَهُ عَلَى هَلَكَتِهِ فِي الْحَقِّ، وَرَجُلٌ آتَاهُ اللهُ حِكْمَةً، فَهُوَ يَقْضِي بِهَا وَيُعَلِّمُهَا))
"Tidak boleh hasad kecuali pada dua orang: seseorang yang Allah berikan harta kepadanya lalu dia belanjakan sampai habisnya di jalan kebenaran dan seseorang yang Allah berikan hikmah (ilmu) kepadanya lalu dia menentukan (berhukum) dengannya dan mengajarkannya." (HR. Al-Bukhariy no.73 dan Muslim no.816 -lafazh hadits milik Muslim- dari Ibnu Mas'ud radhiyallahu 'anhu)
Maka dapat diambil faidah dari hadits ini bahwasanya para shahabat menerjemahkan apa yang mereka pelajari dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada amalan, maka orang-orang yang miskin dari mereka berghibthah kepada orang-orang kaya dan mereka menginginkan agar seperti mereka dalam bershadaqah, haji, 'umrah dan jihad fii sabiilillaah, karena itulah mereka berkata: "Wahai Rasulullah, orang-orang kaya telah pergi membawa pahala-pahala, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa, tetapi mereka dapat bershadaqah dengan kelebihan harta mereka."

Setiap yang Ma'ruf adalah Shadaqah
Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
((كُلُّ مَعْرُوْفٍ صَدَقَةٌ))
"Setiap yang ma'ruf adalah shadaqah." (HR. Al-Bukhariy no.6021 dari Jabir radhiyallahu 'anhu dan Muslim no.1005 dari Hudzaifah radhiyallahu 'anhu)
Maka shadaqah digunakan untuk semua macam-macam yang ma'ruf dan kebaikan, sampai keutamaan Allah pun yang diberikan kepada para hamba-Nya merupakan shadaqah dari-Nya untuk mereka.
Telah tersembunyi makna yang luas ini yang dimiliki shadaqah oleh para shahabat yang miskin, lalu mereka datang kepada kekasih mereka, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, mereka bertanya kepada beliau tentang caranya supaya sama dengan orang-orang yang kaya, yang telah mendahului mereka dengan pahala-pahala dan derajat-derajat yang tinggi, maka Rasulullah bersabda kepada mereka: "Bukankah Allah telah menjadikan bagi kalian apa-apa yang bisa kalian shadaqahkan?" Kemudian beliau menyebutkan untuk mereka, di antaranya:
1. Al-Baaqiyaatush Shaalihaat
Allah Ta'ala berfirman (yang artinya):
"Tetapi amalan-amalan yang kekal lagi shalih adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan." (Al-Kahfi:46)
Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa Al-Baaqiyaatush Shaalihaat adalah subhaanallaah, wal hamdulillaah, wa laa ilaaha illallaah, wallaahu akbar (yaitu dzikir-dzikir yang disebutkan dalam hadits di atas -pent).
2. Amar Ma'ruf Nahi Munkar
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "dan amar ma'ruf adalah shadaqah, nahi munkar adalah shadaqah". Jenis ini termasuk shadaqah yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah kepada para shahabat yang miskin, pada amar ma'ruf nahi munkar tersebut terdapat perbuatan baik kepada makhluk maka jadilah shadaqah atas mereka, dan kadang-kadang menjadi lebih utama daripada shadaqah dengan harta, dan bagaimana tidak menjadi lebih utama sementara Allah telah berfirman: "Kalian adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." (Aali 'Imraan:110)
3. Pada Kemaluan Salah Seorang di Antara Kalian Terdapat Shadaqah
Dalam hadits di atas disebutkan kata al-bidh'u yang bisa diartikan jima' dan bisa juga diartikan kemaluan itu sendiri.
Zhahirnya hadits menunjukkan bahwasanya dia akan diberi pahala pada jima'nya dengan istrinya walaupun tanpa niat, sekelompok ahlul ilmi berpendapat dengan pendapat ini. Akan tetapi yang benar bahwasanya hadits ini terikat dengan (keharusan adanya) ikhlashnya niat karena Allah 'azza wa jalla, yang demikian itu berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
((إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللهِ إِلَّا أُجِرْتَ عَلَيْهَا، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِكَ))
"Sesungguhnya kamu tidaklah menafkahkan suatu nafaqah (pembelanjaan) yang kamu mengharapkan dengannya Wajah Allah kecuali kamu akan diberi pahala atasnya, sampai apa-apa yang kamu berikan pada mulut istrimu." (HR. Al-Bukhariy no.65 dari Sa'd bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu)
Maka selayaknya bagi seorang hamba agar memaksudkan dengan jima'nya itu untuk menjaga dirinya dan istrinya dari zina dan apa-apa yang mengantarkan kepadanya atau dalam rangka menunaikan hak istri dengan pergaulan yang baik atau menginginkan anak yang shalih yang beribadah kepada Allah 'azza wa jalla atau niat-niat baik lainnya, hingga jadilah jima'nya dengan istrinya tersebut sebagai shadaqah.
Hadits ini sebagai dalil bagi yang berpendapat: "Bahwasanya perkara-perkara yang mubah akan menjadi ketaatan-ketaatan dengan adanya niat." (Lihat Syarh Muslim 3/44)
4. Bolehnya Qiyas (yaitu Qiyaasul 'Aks)
Disebutkan dalam hadits di atas: "Para shahabat bertanya: "Ya Rasulullah, apakah salah seorang di antara kami yang menumpahkan syahwatnya itu memperoleh pahala?" Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bagaimana pendapat kalian, seandainya dia meletakkannya pada yang haram, bukankah dia memperoleh dosa? Maka demikian juga apabila dia meletakkannya pada yang halal maka dia memperoleh pahala."
Berkata An-Nawawiy: "Padanya terdapat bolehnya qiyas dan ini merupakan madzhabnya para 'ulama secara keseluruhan dan tidak ada yang menyelisihinya kecuali ahli zhahir." (Syarh Muslim 3/44)
Al-Imam Asy-Syafi'i atau Al-Imam Ahmad ketika ditanya tentang qiyas, beliau menjawab: "Kita menggunakan qiyas ketika darurat sebagaimana kita memakan bangkai ketika dalam keadaan darurat."
Qiyas menduduki tingkatan keempat dari hujjah-hujjah syar'iyyah setelah Al-Kitab, As-Sunnah dan Ijma', dan jenis qiyas yang terdapat dalam hadits ini dinamakan oleh 'ulama ushuliyyin: qiyaasul 'aks, yaitu menetapkan kebalikan dari hukum sesuatu karena adanya kebalikannya dalam sebabnya.
Di antara contohnya, terdapat dalam hadits dari 'Abdullah (bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu), dia berkata: Saya mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyekutukan Allah sedikit saja maka dia masuk neraka." Maka saya katakan: "Dan barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak menyekutukan Allah sedikitpun maka dia masuk surga." (HR. Al-Bukhariy no.1238 dan Muslim no.92)

Faidah-faidah dari Hadits Ini:
1. Hendaknya suatu ucapan ditopang dengan dalil ketika menyebarkan ilmu, karena sesungguhnya hal ini akan membantu diterimanya kebenaran dan lebih memantapkan/mengkokohkan baginya pada hati-hati para mukallaf (orang-orang yang terbebani syari'at), maka wajib atas para 'ulama agar tidak menyempitkan dada mereka ketika mereka menanyakan tentang dalilnya, dan pertanyaan tentang dalil bukan dari kategori menggoyahkan kepercayaan terhadap para 'ulama.
2. Anjuran bahkan diperintahkan mempergauli istri dengan baik dan sesungguhnya berbuat baik kepadanya termasuk qurbah yang seorang hamba mendekatkan diri kepada Rabbnya 'azza wa jalla dengan amalan tersebut.
3. Menggunakan hikmah seperti yang dicontohkan dalam hadits ini untuk mengobati berbagai perkara.
4. Dalam hadits ini terdapat keutamaan perkumpulannya para shahabat yang bersemangat terhadap amalan-amalan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah 'azza wa jalla.
5. Pada hadits ini terdapat keutamaan orang kaya yang bersyukur dan orang miskin yang sabar.
Wallaahu A'lam. Diringkas dari kitab Qawaa'id wa Fawaa`id minal Arba'iin An-Nawawiyyah hal.222-228 dengan beberapa perubahan dan tambahan.

belomba-lomba dalam kebaikan

Di dalam Alquran baik atau kebaikan menggunakan kata ihsan birr dan ishlah. Kata ihsan bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Dan siapakah yg lbh baik agamanya daripada orang yg ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah sedang dia pun mengerjakan kebaikan dan ia mengikuti agama Ibrahim yg lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” . Bila dikaitkan dgn hadis tentang kedatangan Jibril kepada Nabi Muhammad saw ihsan adl perbuatan baik yg dilakukan oleh seseorang krn merasakan kehadiran Allah dalam dirinya atau dia merasa diawasi oleh Allah SWT yg membuatnya tidak berani menyimpang dari segala ketentuan-Nya. Adapun kata baik dalam arti birr bisa dilihat pada firman Allah yg artinya “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke timur maupun ke barat itu suatu kebaikan tetapi sesungguhnya kebaikan itu ialah beriman kepada Allah hari akhir malaikat kitab dan nabi-nabi serta memberikan harta yg dicintainya kepada kerabatnya anak-anak yatim orang miskin musafir dan orang-orang yg meminta-minta; dan hamba sahaya mendirikan salat menunaikan zakat; dan orang-orang yg menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yg sabar dalam kesempitan penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yg benar ; dan mereka itulah orang-orang yg bertaqwa.” . Bila kita kaji ayat-ayat tentang kata al-birr termasuk ayat di atas maka akan didapat kesimpulan bahwa kebaikan itu menurut Mahmud Syaltut dalam tafsirnya membaginya menjadi tiga yakni birr dalam aqidah birr dalam amal dan birr dalam akhlak. Adapun kata baik dgn menggunakan kata ishlah terdapat dalam banyak ayat misalnya pada firman Allah yg artinya “Tentang dunia dan akhirat. Dan mereka bertanya kepadamu tentang anak yatim katakanlah ‘Mengurus urusan mereka secara patut adl baik’.” . Islah digunakan penggunaannya dalam kaitan hubungan yg baik antara sesama manusia di dalam Ensiklopedi Hukum Islam jilid 3 hal 740 dinyatakan “Islah merupakan kewajiban umat Islam baik secara personal maupun sosial. Penekanan islah ini lbh terfokus pada hubungan antara sesama umat manusia dalam rangka pemenuhan kewajiban kepada Allah SWT.” Di dalam Alquran Allah SWT menegaskan bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yg sebaik-baiknya. Namun kemuliaan manusia ternyata tidak terletak pada keindahan fisiknya. Kalau manusia dianggap mulia dgn sebab badannya yg besar tentu akan lbh mulia binatang ternak seperti sapi kerbau unta gajah dan sebagainya yg memiliki berat badan yg jauh lbh berat. Karenanya bila manusia hanya mengandalkan kehebatan dan keagungan dirinya pada berat badan dia bisa lbh rendah kedudukannya daripada binatang ternak yg kemuliaannya terletak pada berat badannya. Allah SWT berfirman yg artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan utk isi neraka jahannam kebanyakan dari jin dan manusia mereka mempunyai hati tetapi tidak dipergunakannya utk memahami dan mereka mempunyai mata tidak dipergunakannya utk melihat dan mereka mempunyai telinga tidak dipergunakannya utk mendengar . Mereka itu seperti binatang ternak bahkan mereka lbh sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yg lalai.”. Oleh krn itu kemuliaan manusia bisa kita pahami dari iman dan amal saleh atau kebaikannya dalam bersikap dan bertingkah laku di mana pun dia berada dan dalam keadaan bagaimanapun situasi dan kondisinya. Itu sebabnya semakin banyak perbuatan baik yg dilakukannya maka akan semakin mulia harkat dan martabatnya di hadapan Allah SWT. Di sinilah letak pentingnya bagi kita utk berloma-lomba dalam kebaikan sebagaimana firman Allah yg artinya “Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya yg ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian . Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” . Jalan Menuju Amal Baik Meskipun kebaikan kita sadari sebagai sesuatu yg harus kita laksanakan ternyata tidak sedikit orang yg tidak antusias utk melakukan kebaikan itu. Karena itu ada beberapa hal yg bisa dijadikan resep bagi seseorang agar bersemangat melakukan kebaikan.
    Niat yg Ikhlas Niat yg ikhlas merupakan faktor penting dalam tiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam niat yg ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yg ikhlas krn Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yg ringan dalam mengerjakan amal-amal yg berat sekalipun apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yg ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan jangankan amal yg berat amal yg ringan pun akan terasa menjadi berat. Disamping itu keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan dalam amal kebaikan. Orang yg ikhlas tidak akan bersemangat krn dipuji dan tidak akan lemah krn dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.
    Cinta Kebaikan dan Orang Baik Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan hal ini krn mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh krn itu rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan tiap bentuk kebaikan sebagai bagian yg tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita ini akan membuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini. Disamping cinta kepada kebaikan akan kita suka melakukan kebaikan harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yg berbuat baik hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan siapa pun yg melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yg berbuat baik karenanya kita pun harus mencintai mereka yg berbuat baik. Allah berfirman yg artinya “Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah krn sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yg berbuat baik.” .
    Merasa Beruntung bila Melakukan Kebakan Berbuat baik merupakan sesuatu yg sangat mulia krn itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dgn kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yg akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik. Pertama selalu disertai oleh Allah SWT lihat QS 16 128. Kedua menambah keni’matan untuknya lihat QS 2 58; 7 161; 33 29. Ketiga dicintai Allah lihat QS 7 161; 5 13; 2 236; 3 134; 3 148; 5 96. Keempat memperoleh rahmat Allah lihat QS 7 56. Kelima memperoleh pahala yg tidak disia-siakan Allah SWT lihat QS 9 120; 11 115; 12 56. Keenam dimasukkan ke dalam surga lihat QS 5 85; 39 34; 6 84; 12 22; 28 14; 37 80.
    Merasa Rugi ila Meninggalkan Kebaikan Apabila seseorang merasa beruntung dgn kebaikan yg dilakukannya dgn sejumlah keutamaan yg disebutkan dalam Alquran maka bila seseorang tidak berbuat baik dia akan merasa sangat rugi baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Bagi seorang mukmin bagaimana mungkin dia tidak merasa rugi bila tidak melakukan kebaikan krn kehidupan ini memang harus dijalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg merupakan puncak dari segala bentuk kebaikan yg harus dijalani. Manakala di dunia ini seseorang sudah merasa rugi maka di akhirat pun dia akan merasa rugi krn apa yg dilakukan seseorang dalam kehidupannya di dunia akan sangat berpengaruh di akhirat krn kehidupan akhirat pada hakikatnya adl hasil dari kehidupan di dunia bila seseorang berlaku baik di dunia dia akan memperoleh keberuntungan di akhirat disamping keberuntungan di dunia sedangkan bila seseorang tidak melakukan kebaikan di dunia maka dia akan memperoleh kerugian di dunia dan penyesalan yg sangat dalam di akhirat kelak sebagai bentuk dari mengabaikan nilai-nilai Islam. Allah SWT berfirman yg artinya “Barangsiapa mencari selain Islam sebagai agamanya maka sekali-kali tidaklah akan diterima daripadanya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yg rugi.” .
    Meneladani Generasi yg Baik Perbuatan baik dan yg lbh baik lagi akan dilakukan oleh seorang muslim apabila dia mau meneladani orang yg berbuat baik hal ini menjadi penting krn dgn demikian dia menyadari bahwa meskipun perasaannya sudah banyak perbuatan baik yg dilakukannya tetap saja dia merasa masih sedikit dibanding orang lain yg jauh lbh baik dari dirinya hal ini akan memicu semangatnya utk berbuat baik yg lbh banyak lagi. Karena itu idealnya seorang mukmin bisa menjadi seperti cermin bagi mukmin lainnya sehingga manakala seseorang mengenal dan memperhatikann dirinya akan merasakan begitu banyak kekurangan termasuk dalam hal berbuat baik.
    Memahami Ilmu Kebaikan Bagi seorang muslim tiap amal yg dilakukannya tentu harus didasari pada ilmu semakin banyak ilmu yg dimiliki dipahami dan dikuasai insya Allah akan makin banyak amal yg bisa dilakukannya sedangkan makin sedikit pemahaman atau ilmu seseorang akan semakin sedikit juga amal yg bisa dilakukannya apalagi belum tentu orang yg mempunyai ilmu secara otomatis bisa mengamalkannya. Ini berarti seseorang akan semakin terangsang utk melakukan kebaikan manakala dia memahami ilmu tentang kebaikan itu. Kebaikan yg Diterima Setiap kebaikan yg dilakukan seseorang tentu harus menghasilkan penilaian yg positif dari Allah SWT. Paling tidak ada dua kriteria tentang kebaikan yg diterima oleh Allah SWT. Pertama ikhlas dalam beramal yakni melakukan suatu amal dgn niat semata-mata ikhlas krn Allah SWT atau tidak riya dalam arti mengharap pujian dari selain Allah SWT. Karena itu dalam hadis yg terkenal Rasulullah saw bersabda yg artinya “Sesungguhnya amal itu sangat tergantung pada niatnya.” Kedua melakukan kebaikan itu secara benar hal ini krn meskipun niat seseorang sudah baik bila dalam melakukan amal dgn cara yg tidak baik maka hal itu tetap tidak bisa diterima oleh Allah SWT krn ini termasuk bagian dari mencari selain Islam sebagai agama hidupnya yg jelas-jelas akan ditolak Allah SWT sebagaimana yg sudah disebutkan pada QS 3 85 di atas. Akhirnya menjadi jelas bagi kita bahwa hidup ini harus kita jalani utk mengabdi kepada Allah SWT yg terwujud salah satunya dalam bentuk melakukan kebaikan dan masing-masing orang harus berusaha melakukan kebaikan sebanyak mungkin sebagai bentuk kongkret dari perwujudan kehidupan yg baik di dunia dan ini pula yg akan menjadi bekal bagi manusia dalam menjalani kehidupannya di akhirat kelak. Oleh Drs. Ahmad Yani Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesiasumber file al_islam.chm

Senin, 18 Juli 2011

Muqaddimah

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Rasa Syukur yang dalam kita panjatkan kehadirat Allah SWT., yang selalu memberikan nikmat dan anugrah kepada semua hamba-hamba-Nya di muka bumi.

Shalawat dan salam selalu senantiasa kita haturkan pada junjungan kita Khatamin Nabiyyiin Muhammad SAW., dan semoga kita termasuk ummat yang mendapatkan syafaat dari nabi kita tercinta amin.

Maksud dan tujuan dibuatnya blog ini adalah sebagai sarana diskusi dan komunikasi terutama mengenai Pendidikan Agama Islam di SMAN 1 Salatiga dan umat islam seluruhnya. mudah-mudahan manfaat baik dunia maupun akhirat. amin.

Salam dakwah !!!!!

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.